Kamis, 22 Juli 2010

Saatnya Kita Kembali ke Masjid

Satu tempat strategis (masjid) yang pernah menjadi kunci kejayaan umat Islam dahulu, kini mulai tereduksi fungsi dan pemanfaatannya. Kondisi ini selain menyebabkan sebagian besar umat Islam enggan ke masjid, lebih serius menyebabkan umat kian jauh dari nilai ajaran-ajaran Islam. Sudah saatnya umat Islam kembali ke masjid. Jangan lagi melirik hotel ataupun gedung-gedung lain sebagai tempat melangsungkan pertemuan, Pernyataan ini disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Cholil Ridwan kepada hidayatullah.com belum lama ini.“Sekarang masjid tidak lebih dari tempat untuk mendirikan shalat.

Padahal masjid di zaman Rasulullah saw adalah tempat strategis yang digunakan sebagai pusat kegiatan umat. Ketika itu masjid juga tempat rapat, pusat komando, gerakan ekonomi umat, bahkan pengobatan korban perang,” ungkap Cholil Ridwan. Pernyataan ini disampaikan Cholil karena mulai surutnya umat Islam mencintai masjid.Menurutnya, sudah saatnya umat Islam kembali memfungsikan masjid, sebagaimana zaman Rasulullah saw. Ketua MUI Pusat ini juga berharap agar umat Islam tidak lagi melirik hotel, atau pun gedung-gedung pertemuan sebagai tempat untuk melangsungkan pengajian.“Keberkahan itu ada di masjid kok, kenapa mesti di tempat lain,” tegasnya.Di masjid akan mengundang keberkahan dan kemungkinan celah untuk bermaksiat sangat kecil, kecuali ada penyakit dalam hati seseorang.Selain masjid, tempat-tempat lain cenderung akan membawa kita pada keadaan yang melenakan, lalai dari mengingat Allah. Gagasan ini telah berulang kali disampaikannya dalam setiap kesempatan.“Gagasan ini telah saya ungkapkan dalam berbagai kesempatan. Saya ingin ada gerakan revitalisasi masjid. Menjadikan masjid sebagaimana pada masa kejayaan Islam, khususnya pada zaman Rasulullah saw.”Menurutnya, Rasulullah saw tidak pernah berpikir untuk membuat gedung pertemuan, gedung ini dan itu untuk urusan umat, apalagi istana. Rasulullah saw menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan umat. Sehingga wajar jika umat ketika itu amat cinta kepada masjid dan tradisi belajar masyarakat pun meningkat. “Sekarang jangankan untuk belajar, untuk sholat berjama’ah saja masih sedikit yang menjalankan,” tuturnya.Ruh masjid akan mewarnai hati seorang muslim, sehingga segala aktivitasnya selalu dilakukan karena dan untuk Allah SWT.Mereka yang berdagang akan mengagungkan kejujuran sebagai cara terampuh memperoleh keuntungan. Sebab di hatinya keuntungan tidak saja di dunia, tapi juga di akhirat. Bagi politisi ruh masjid akan mengantarkannya untuk senantiasa mengambil keputusan atas dasar nilai dan kebenaran dalam Islam.Mereka tidak akan berpikir bahwa untuk bahagia, untuk untung harus ditempuh dengan jalan curang. Justru mereka akan berpikir bahwa keuntungan di dunia ini jangan sampai menjadi sebab kemurkaan Allah SWT di akhirat kelak. Masjidlah yang dapat mewarnai ruh manusia kembali kepada fitrah manusia itu sendiri. Sebab di dalam masjid selalu diagungkan dan dibesarkan asma-asma Allah SWT. “Jadi ayo bersama-sama kita kembali ke masjid. Tidak sekedar kembali, tapi harus menggerakkan dan memberdayakan umat Islam,” katanya menutup pembicaraan. [imam/www.hidayatullah.com]
Selengkapnya...

Sabtu, 10 Juli 2010

FESTIVAL QOSIDAH SUWARGO

Dalam rangka memperingati Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW, Masjid Jami Al Barokah bersama dengan Majelis Ta'lim Ukhuwah Islamiyah mengajak group-group Qosidah di wilayah SUWARGO [Sungai Bambu, Warakas & Papanggo] untuk turut serta berpartisipasi dalam festival qosidah selama tiga hari.

Kalau bukan kita siapa lagi yang akan peduli dengan Agama kita, menanamkan rasa kecintaan pada kawula muda pada hari-hari besar Islam, sesunggunya termasuk syiar Islam, mari ramaikan dan sukseskan acara Festival Qosidah SUWARGO 1431 H.

FESTIVAL QOSIDAH
SENIN - RABU, 19 - 21 JULI 2010
TEMPAT MASJID JAMI AL BAROKAH
JL. WARAKAS V GANG 6 NO. 87
WAKTU : 19.30 WIB [BA'DA SHOLAT ISYA]

Selengkapnya...

JANGAN CENGENG

Seorang ibu menyuruh seorang anaknya membeli sebotol penuh minyak. Ia memberikan sebuah botol kosong dan uang sepuluh rupee. Kemudian anak itu pergi membeli apa yang diperintahkan ibunya. Dalam perjalanan pulang, ia terjatuh. Minyak yang ada di dalam botol itu tumpah hingga separuh. Ketika mengetahui botolnya kosong separuh, ia menemui ibunya dengan menangis, “Ooo… ibu, saya kehilangan minyak setengah botol! Saya kehilangan minyak setengah botol!” Ia sangat bersedih hati dan terus menerus murung. Tampaknya ia memandang kejadian itu secara negatif dan pesimis.


Kemudian, ibu itu menyuruh anaknya yang lain untuk membeli sebotol minyak. Ia memberikan sebuah botol dan uang sepuluh rupee lagi. Kemudian anaknya pergi. Dalam perjalanan pulang, ia juga terjatuh. Dan separuh minyaknya tumpah. Ia memungut botol dan mendapati minyaknya tinggal separuh. Ia pulang dengan wajah berbahagia. Ia berkata pada ibunya, “Ooo… ibu saya tadi terjatuh. Botol ini pun terjatuh dan minyaknya tumpah. Bisa saja botol itu pecah dan minyaknya tumpah semua. Tapi, lihat, saya berhasil menyelamatkan separuh minyak.” Anak itu tidak bersedih hati, malah ia tampak berbahagia. Anak ini tampak bersikap optimis atas kejadian yang menimpanya.

Sekali lagi, ibu itu menyuruh anaknya yang lain untuk membeli sebotol minyak. Ia memberikan sebuah botol dan uang sepuluh rupee. Anaknya yang ketiga pergi membeli minyak. Sekali lagi, anak itu terjatuh dan minyaknya tumpah. Ia memungut botol yang berisi minyak separuh dan mendatangi ibunya dengan sangat bahagia. Ia berkata, “Ibu, saya menyelamatkan separuh minyak.”
Tapi anaknya yang ketiga ini bukan hanya seorang anak yang optimis. Ia juga seorang anak yang realistis.
Dia memahami bahwa separuh minyak telah tumpah, dan separuh minyak bisa diselamatkan. Maka dengan mantap ia berkata pada ibunya, “Ibu, aku akan pergi ke pasar untuk bekerja keras sepanjang hari agar bisa mendapatkan lima rupee untuk membeli minyak setengah botol yang tumpah. Sore nanti saya akan memenuhi botol itu.”

Sahabat, apapun bentuk kepemilikan yang ada ditangan kita, harta, rumah, kendaraan, jabatan, perusahaan, Ilmu, Waktu, anak2 dan istri2 yang kita cintai pada saat yang telah ditetapkan nati PASTI AKAN LENYAP dari tangan kita. Maka kehilangan salah satu diantaranya atau seluruhnya janganlah dianggap sebagai musibah yang akan menghentikan langkah kita untuk terus ber-KARYA PRESTATIF (beramal sholeh). karena semua duniawi yang telah lepas dari tangan kita itu masih bisa dicari lagi dengan kesungguhan dan optimisme.

Maka sangatlah rugi jika segala kepemilikan kita itu lenyap begitu saja tanpa bekas, disaat kita sebelum sempat kita MENGABADIKANNYA.

Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. ( Q.S.An-Nahl :96 )

WAKAF dan SEDEKAH Kitalah yang akan MENGABADIKAN segala KEPEMILIKAN kita. Artikel dicopy dari : http://www.rumah-yatim-indonesia.org/
Selengkapnya...